Kewirausahaan
A. SIKAP DAN
PERILAKU WIRAUSAHAWAN
a. Sikap
wirausahawan
1. Mampu berpikir dan bertindak kreatif
dan inovatif
2. Mampu bekerja tekun, teliti dan
produktif
3. Mampu berkarya berlandaskan etika
bisnis yang sehat
4. Mampu berkarya dengan semangat
kemandirian
5. Mampu memecahkan masalah dan
mengambil keputusan secara sisitematis dan berani mengambil resiko
b. Perilaku
wirausahawan
1) Memiliki
rasa percaya diri
a) Teguh
pendiriannya
b) Tidak
tergantung pada orang lain
c) Berkepribadian
yang baik
d) Optimis
terhadap pekerjaannya
2) Berorientasi
pada tugas dan hasil
a) Haus
akan prestasi
b) Berorientasi
pada laba / hasil
c) Ketekunan
dan ketabahan
d) Mempunyai
dorongan kuat, motivasi tinggi dan kerja keras
3) Pengambil
resiko
a) Enerjik
dan berinisiatif
b) Kemampuan
mengambil resiko
c) Suka
pada tantangan
4) Kepemimpinan
a) Bertingkah
laku sebagai pemimpin
b) Dapat
menanggapi saran-saran dan kritik
c) Dapat
bergaul dengan orang lain
5) Keorisinilan
a) Inovatif,
kreatif dan fleksibel
b) Serba
bisa dan mengetahui berbagai hal
c) Mempunyai
banyak sumber kemampuan
6)
Berorientasi ke masa depan
a) Memiliki
pandangan ke masa depan
b) Optimis
memandang masa depan
Disamping
harus memiliki sikap dan perilaku tersebut diatas, seorang wirausahawan juga
dituntut memiliki ketrampilan-ketrampilan yang dapat menunjang keberhasilan.
Adapun
ketrampilan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ketrampilan dasar
a. Memiliki
sikap mental dan spiritual yang tinggi
b. Memiliki
kepribadian yang unggul
c. Pandai
berinisiatif
d. Dapat
mengkoordinasikan kegiatan usaha
2. Ketrampilan khusus
1. Ketrampilan konsep (conceptual
skill) : ketrampilan melakukan kegiatan usaha secara menyeluruh berdasarkan
konsep yang dibuatnya
2. Ketrampilan teknis ( technical
skill) : ketrampilan melakukan teknik tertentu dalam mengelola usaha
3. Human skill : ketrampilan
bekerja sama dengan orang lain, bawahannya, dan sesame wirausahawan
Dalam suatu
penelitian yang dilakukan oleh Prof. Iman S Sukardi, dia menemukan ada sembilan
karakteristik tingkah laku kewirausahaan yang paling sering ditemukan dalam
penelitian-penelitian terhadap wirausaha berhasil di seluruh dunia. Dikutip
dari wirausaha.net, karakter tersebut antara lain:
1. Sifat
Instrumental
Dia dalam
berbagai situasi selalu memanfaatkan segala sesuatu yang ada dalam
lingkungannya demi tercapainya tujuan pribadi dalam berusaha.
2. Sifat
Prestatif
Dia dalam
berbagai situasi selalu tampil lebih baik, lebih efektif dibandingkan dengan
hasil yang tercapai sebelumnya.
3. Sifat
Keluwesan Bergaul
Dia selalu
berusaha untuk cepat menyesuaikan diri dalam berbagai situasi hubungan antar
manusia. Dia aktif bergaul, membina kenalan-kenalannya dan mencari kenalan
baru, serta berusaha untuk dapat terlibat denan mereka yang ditemui dalam
kegiatan sehari-hari.
4. Sifat
Kerja Keras
Dia selalu
terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.
Dia mengutamakan kerja dan mengisi waktu yang ada dengan perbuatan nyata untuk
mencapai tujuan.
5. Sifat
Keyakinan Diri
Dia selalu
percaya pada kemampuan diri, tidak ragu-ragu dalam bertindak, bahkan
berkecenderungan untuk melibatkan diri secara langsung dalam berbagai situasi
dengan optimisme untuk berhasil.
6. Sifat
Pengambilan Resiko
Dia selalu
memperhitungkan keberhasilan dan kegagalan dalam setiap kegiatannya khususnya
untuk mencapai keinginannya. Dia akan melangkah bila kemungkinan untuk gagal
tidak terlalu besar.
7. Sifat Swa
Kendali
Dia dalam
menghadapi berbagai situasi selalu mengacu pada kekuatan dan kelemahan pribadi
dan batas-batas kemampuan dalam berusaha. Dia selalu menyadari dengan adanya
pengendalian diri ini maka setiap kegiatannya menjadi lebih terarah dalam
mencapai tujuannya.
8. Sifat
Inovatif
Dia selalu
mendekati berbagai masalah dengan berusaha menggunakan cara-cara baru yang
lebih bermanfaat. Dia terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan baru
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya. Dia tidak terpaku pada
masa lalu, tapi selalu berpandangan ke depan untuk mencari cara-cara baru atau
memperbaiki cara-cara yang biasa dilakukan orang lain untuk peningkatan
kinerja. Dia cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang khas, unik dari hasil
pemikirannya. Termasuk dalam sifat inovatif ini adalah kecenderungan untuk
selalu meniru tetapi melalui penyempurnaan tertentu (imitatif inovatif).
9. Sifat
Kemandirian
Dia selalu
mengembalikan perbuatannya sebagai tanggung jawab pribadi. Keberhasilan dan
kegagalan merupakan konsekuensi pribadi wirausaha. Dia mementingkan otonomi
dalam bertindak, pengambilan keputusan dan pemilihan berbagai kegiatan dalam
mencapat tujuan. Dia lebih senang bekerja sendiri, menentukan dan memilih cara
kerja yang sesuai dengan dirinya. Ketergantungan pada orang lain merupakan
suatu yang bertentangan dengan kata hatinya. Dia dapat saja bekerja dalam
kelompok selama mendapat kebebasan bertindak dan dalam mengambil keputusan.
Tujuan Kewirausahaan
Bahan ajar mata diklat Kewirausahaan dapat diajarkan dan dikembangkan di Sekolah-sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Perguruan Tinggi, dan di berbagai kursus bisnis. Di dalam pelajaran Kewirausahaan, para siswa diajari dan ditanamkan sikap-sikap perilaku untuk membuka bisnis, agar mereka menjadi seorang wirausaha yang berbakat. Agar lebih jelas, di bawah ini diuraikan tujuan dari Kewirausahaan, sebagai berikut:
Bahan ajar mata diklat Kewirausahaan dapat diajarkan dan dikembangkan di Sekolah-sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Perguruan Tinggi, dan di berbagai kursus bisnis. Di dalam pelajaran Kewirausahaan, para siswa diajari dan ditanamkan sikap-sikap perilaku untuk membuka bisnis, agar mereka menjadi seorang wirausaha yang berbakat. Agar lebih jelas, di bawah ini diuraikan tujuan dari Kewirausahaan, sebagai berikut:
- Meningkatkan jumlah para wirausaha yang berkualitas.
- Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk meng 7asilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
- Membudayakan semangat sikap, perilaku, dan kemampuan kewirausahaan di kalangan pelajar dan masyarakat yang mampu, handal, dan unggul.
- Menumbuhkembangkan kesadaran dan'orientasi Kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhadap para siswa dan masyarakat.
Orientasi Eksternal dan Internal Dalam Berwirausaha
Orientasi Internal didapat dari :
Tiga Tahap penggunaan sumber daya – sumber daya internal yaitu :
- Analisa konsep hingga bisa terdefinisi dengan jelas, termasuk penguraian masalah yang perlu dipecahkan
- Penggunaan daya ingat untuk menemukan kesamaan dan unsurunsur yang nampaknya berhubungan dengan konsep dan masalahmasalahnya
- Rekombinasi unsur-unsur tersebut dengan cara baru dan bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah dan membuat konsep dasar bisa dipraktekkan
Orientasi
Eksternal didapat dari :
- Konsumen
- Perusahaan yang sudah ada
- Saluran distribusi
- Pemerintah
Ruang Lingkup Kewirausahaan
Ruang lingkup kewirausahaan yaitu sebagai berikut :a. Ruang Lingkup Internal
1. Dalam Kehidupan sehari-hari : untuk keluar dari kesulitan, untuk tetap bertahan hidup, mendapatkan penghasilan, dan mengatasi keterbatasan.
2. Dalam bekerja : untuk meraih kesuksesan dalam karir
3. Dalam keluarga : untuk menjadi lokomotif ekonomi dalam keluarga
a. Ruang Lingkup Ekstenal
1. Dalam dunia usaha : untuk menjadi wirausaha yang sukses
2. Dalam dunia, masyarakat, : untuk menjadi contoh orang yang sukses dan menjadi teladan bagi lingkungan, RT, RW, dan juga membantu orang lain mendapatkan nafkah bagi keluarganya.
3. Dalam kenegaraan : untuk membantu program pemerintah dalam mengurangi tingkat
pengangguran yang tinggi dan membantu mengatasi pengatasan kemiskinan,
serta lokomotif kemajuan ekonomi suatu Negara.
Faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan berwirausaha
Penyebab keberhasilah berwirausaha
v Keberhasilan seorang wirausaha ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu ;
Kemapuan dan kemauan
Tekad yang kuat dan kerja keras
Mengenal peluang yang ada dan berusaha meraihnya ketika
ada kesempatan.
Peluang pasar yang baik.
Keunggulan persaingan.
Kualitas barang/jasa.
Inovasi yang berproses.
Dasar budaya perusahaan.
Menghargai pelanggan dan pegawai.
Manajemen yang berkualitas.
Dukungan modal yang kuat.
Keunggulan persaingan.
Kualitas barang/jasa.
Inovasi yang berproses.
Dasar budaya perusahaan.
Menghargai pelanggan dan pegawai.
Manajemen yang berkualitas.
Dukungan modal yang kuat.
Penyebab kegagalan berwirausaha
Zimmerer
(1996 : 14-15) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan wirausaha gagal
dalam menjalankan usaha barunya, yaitu :
v Tidak kompeten dalam hal manajerial
v Kurang berpengalaman
v Kurang dapat mengendalikan keuangan
v Gagal dalam perencanan
v Lokasi yang kurang memadai
v Kurangnya pengawan peralatan
v Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha
Kemampuan
dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan
Alasan Utama Kegagalan Usaha Baru
Alasan utama kegagalan usaha baru antara lain :
1) Pengetahuan pasar yang tidak memadai.
2) Kinerja produk yang salah.
3) Usaha pemasaran dan penjualan yang tidak efektif.
4) Adanya persaingan.
5) Keusangan produk yang terlalu cepat.
6) Waktu memulai usaha baru yang tidak tepat
Alasan utama kegagalan usaha baru antara lain :
1) Pengetahuan pasar yang tidak memadai.
2) Kinerja produk yang salah.
3) Usaha pemasaran dan penjualan yang tidak efektif.
4) Adanya persaingan.
5) Keusangan produk yang terlalu cepat.
6) Waktu memulai usaha baru yang tidak tepat
Mitos keliru
Mitos 1: Entrepreneur adalah pelaku, bukan pemikir
Dalam batas-batas tertentu entrepreneur memiliki kecenderungan berorientasi kepada tindakan, tetapi sebenarnya mereka juga pemikir. Mereka adalah orang yang berfikir sistematis yang merencanakan langkahnya dengan hati-hati. Entrepreneur pemikir dengan entrepreneur pelaksana adalah sama-sama melaksanakan kegiatan entrepreneurship.
Mitos 2: Entrepreneur itu dilahirkan, bukan diciptakan
Muncul anggapan bahwa tabiat dan sifat entrepreneur tidak dapat diajarkan atau dipelajari, mereka memiliki bakat pembawaan lahir. Bakat tersebut diantaranya adalah mencakup ke-agresif-an, inisiatif, dorongan, kemauan untuk mengambil risiko, kemampuan analitik, dan kemampuan human relation. Sekarang diakui bahwa entrepreneurship adalah suatu disiplin ilmu yang dapat membantu untuk mematahkan mitos. Seperti halnya ilmu-ilmu lain entrepreneurship mempunyai model, proses, dan studi kasus yang memungkinkan untuk mengkaji suatu topik dan menguraikan karakteristik obyek yang dikajinya.
Mitos 3: Entrepreneur selalu merupakan penemu (Inventors)
Pemikiran yang menganggap entrepreneur adalah penemu merupakan akibat dari kurang dipahaminya visi tersembunyi entrepreneur. Memang dalam keadaan tertentu penemu juga sekaligus menjadi entrepreneur. Di sini ada sejumlah entrepreneur yang melakukan berbagai jenis kegiatan inovatif tetapi bukan penemu. Contoh Ray Kroc, tidak menemukan franchise fast-food, tapi ide inovatifnya menjadikan McDonald merupakan perusahaan fast-food terbesar di dunia. Pemahaman terbaru tentang entrepreneurship cakupannya bukan sekedar pada invention. Tapi mencakup pemahaman yang lengkap dari perilaku inovatif apapun bentuknya.
Mitos 4: Entrepreneur adalah orang yang canggung baik di dunia akademis atau di masyarakat.
Ada kepercayaan bahwa entrepreneur secara akademis dan sosial merupakan orang yang gagal. Mereka berhasil menjalankan usahanya karena drop out dari sekolah atau dipecat dari tempat kerja. Ini kemudian digunakan untuk memahami profil entrepreneur tipikal. Secara historis sebenarnya pendidikan dan organisasi sosial tidak mengakui entrepreneur. Entrepreneur disingkirkan dari dunia perusahaan raksasa karena dianggap orang yang canggung. Dalam pendidikan bisnis, untuk contoh tujuan utamanya adalah memahami aktivitas perusahaan bukan pada siapa yang berada di balik perusahaan. Sekarang entrepreneur dipandang sebagai hero – baik secara sosial, ekonomi, dan akademik. Dia bukan lagi si canggung, entrepreneur sekarang dipandang sebagai profesional.
Mitos 5: Entrepreneur harus sesuai dengan profil
Banyak buku dan artikel menyajikan cheklist ciri-ciri entrepreneur sukses. Daftar tersebut baik yang divalidasi atau tidak didasarkan pada studi kasus dan temuan riset atas orang-orang yang berorientasi pada pencapaian. Sekarang sangat susah untuk melakukan kompilasi hingga terwujud standar profil entrepreneurial.
Mitos 6: Untuk menjadi entrepreneur anda perlu memiliki uang
Memang benar bahwa semua usaha membutuhkan modal untuk bisa berjalan; juga benar bahwa banyak bisnis jatuh karena tidak didukung keuangan yang memadai. Sekarang uang bukan satu-satunya benteng untuk menghadapi kegagalan bisnis. Kegagalan bisnis yang berkaitan dengan tidak adanya dukungan finansial yang memadai sering menjadi indikator adanya problem lain dalam usaha tersebut seperti: ketidakmampuan manajemen, lemahnya pemahaman terhadap persoalan keuangan; investasi yang buruk; perencanaan yang jelek dan sejenisnya. Banyak entrepreneur sukses berhasil mengatasi persoalan kekurangan uang dalam menjalankan usahanya, uang adalah sumber daya atau sarana yang digunakan untuk menjalankan usaha tapi tidak pernah menjadi tujuan akhir dari usaha itu sendiri.
Mitos 7: Anda perlu nasib baik untuk menjadi entrepreneur
Berada pada “tempat yang benar dan waktu yang tepat” selalu menjadi suatu keunggulan. Tapi yang lebih tepat adalah “keberuntungan muncul ketika kemampuan dan persiapan bertemu dengan kesempatan”. Entrepreneur adalah orang melakukan serangkaian persiapan agar berhasil menggapai kesempatan. Ketika kesempatan itu muncul dan dapat diraih sering dianggap sebagai suatu keberuntungan. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang selalu melakukan persiapan untuk menghadapi berbagai situasi dan mengubahnya menjadi sukses. Apa yang nampak sebagai suatu keberuntungan sebenarnya adalah buah dari melakukan perencanaan, menetapkan tujuan dan keinginan, mengakumulasi pengetahuan, dan melakukan inovasi. Intinya seorang entrepreneur adalah yang terus menerus waspada dan belajar untuk merespon lingkungan agar sesuai dnegan keinginannya sendiri vis a vis keinginan masyarakat.
Mitos 8: Entrepreneur mengabaikan kesenangan
Mitos mengatakan perencanaan dan evaluasi yang njelimet cenderung menimbulkan masalah yang permanen, analisis yang berlebihan menyebabkan paralysis, tapi dalam pasar yang kompetitif seperti sekarang ini dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang cermat. Mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan suatu usaha, menetapkan dengan jelas suatu jadwal atau skedul untuk menghadapi perubahan membantu menangani masalah, dan meminimalisasikan masalah dapat dilakukan melalui perumusan strategi yang hati-hati – itu semua merupakan faktor kunci keberhasilan entrepreneurship. Dengan demikian perencanaan yang cermat – bukan mengabaikan perencanaan – adalah ciri dari entrepreneur yang sempurna.
Mitos 9: Entrepreneur mencari sukses tapi pengalaman menunjukkan tingginya tingkat kegagalan.
Adalah benar bahwa banylak entrepreneur menghadapi sejumlah kegagalan sebelum mereka berhasil. Mereka mengikuti kata bijak “Jika pertama anda belum berhasil, coba, coba lagi”. Sebenarnya kegagalan dapat memberikan banyak pelajaran, siapa yang mau belajar dari kegagalan sering mendapatkan sukses. Ini nampak jelas terlihat dalam prinsip koridor, yang menyatakan bahwa setiap langkah memiliki risiko, tapi sekaligus memunculkan peluang yang tidak diduga sebelumnya. Perusahaan 3M menemukan “Pos-it” kertas kecil yang dilapisi lem dengan tidak sengaja karena memanfaatkan lem yang tidak memenuhi kualifikasi produk. Dari pada dibuang sayang lebih baik dibuat post-it, akhirnya produk ini menghasilkan jutaan dolar dan dikenal di seluruh dunia. Sekarang catatan statistik tentang kegagalan entrepreneur itu menyesatkan. Suatu riset yang dilakukan oleh Bruce A. Kirchoff, melaporkan bahwa dari pelacakan 814.000 usaha yang mulai start pada 1977 menemukan bahwa 50% tetap hidup dan dikelola oleh pemilik awal atau pemilik baru. 28% ditutup secara suka rela, dan hanya 18% yang benar-benar gagal.
Mitos 10: Entrepreneur adalah risk taker yang ekstrim
Dalam masyarakat berkembang pandangan bahwa entrepreneur adalah orang yang suka berjudi dengan kemungkinan yang belum jelas, faktanya entrepreneur umumnya selalu memperhitungkan risiko. Semua entrepreneur yang berhasil adalah adalah mereka yang bekerja keras melalui persiapan dan perencanaan ketat untuk meminimalisasikan risiko untuk dapat mengendalikan lebih baik agar visinya tercapai.
Dalam batas-batas tertentu entrepreneur memiliki kecenderungan berorientasi kepada tindakan, tetapi sebenarnya mereka juga pemikir. Mereka adalah orang yang berfikir sistematis yang merencanakan langkahnya dengan hati-hati. Entrepreneur pemikir dengan entrepreneur pelaksana adalah sama-sama melaksanakan kegiatan entrepreneurship.
Mitos 2: Entrepreneur itu dilahirkan, bukan diciptakan
Muncul anggapan bahwa tabiat dan sifat entrepreneur tidak dapat diajarkan atau dipelajari, mereka memiliki bakat pembawaan lahir. Bakat tersebut diantaranya adalah mencakup ke-agresif-an, inisiatif, dorongan, kemauan untuk mengambil risiko, kemampuan analitik, dan kemampuan human relation. Sekarang diakui bahwa entrepreneurship adalah suatu disiplin ilmu yang dapat membantu untuk mematahkan mitos. Seperti halnya ilmu-ilmu lain entrepreneurship mempunyai model, proses, dan studi kasus yang memungkinkan untuk mengkaji suatu topik dan menguraikan karakteristik obyek yang dikajinya.
Mitos 3: Entrepreneur selalu merupakan penemu (Inventors)
Pemikiran yang menganggap entrepreneur adalah penemu merupakan akibat dari kurang dipahaminya visi tersembunyi entrepreneur. Memang dalam keadaan tertentu penemu juga sekaligus menjadi entrepreneur. Di sini ada sejumlah entrepreneur yang melakukan berbagai jenis kegiatan inovatif tetapi bukan penemu. Contoh Ray Kroc, tidak menemukan franchise fast-food, tapi ide inovatifnya menjadikan McDonald merupakan perusahaan fast-food terbesar di dunia. Pemahaman terbaru tentang entrepreneurship cakupannya bukan sekedar pada invention. Tapi mencakup pemahaman yang lengkap dari perilaku inovatif apapun bentuknya.
Mitos 4: Entrepreneur adalah orang yang canggung baik di dunia akademis atau di masyarakat.
Ada kepercayaan bahwa entrepreneur secara akademis dan sosial merupakan orang yang gagal. Mereka berhasil menjalankan usahanya karena drop out dari sekolah atau dipecat dari tempat kerja. Ini kemudian digunakan untuk memahami profil entrepreneur tipikal. Secara historis sebenarnya pendidikan dan organisasi sosial tidak mengakui entrepreneur. Entrepreneur disingkirkan dari dunia perusahaan raksasa karena dianggap orang yang canggung. Dalam pendidikan bisnis, untuk contoh tujuan utamanya adalah memahami aktivitas perusahaan bukan pada siapa yang berada di balik perusahaan. Sekarang entrepreneur dipandang sebagai hero – baik secara sosial, ekonomi, dan akademik. Dia bukan lagi si canggung, entrepreneur sekarang dipandang sebagai profesional.
Mitos 5: Entrepreneur harus sesuai dengan profil
Banyak buku dan artikel menyajikan cheklist ciri-ciri entrepreneur sukses. Daftar tersebut baik yang divalidasi atau tidak didasarkan pada studi kasus dan temuan riset atas orang-orang yang berorientasi pada pencapaian. Sekarang sangat susah untuk melakukan kompilasi hingga terwujud standar profil entrepreneurial.
Mitos 6: Untuk menjadi entrepreneur anda perlu memiliki uang
Memang benar bahwa semua usaha membutuhkan modal untuk bisa berjalan; juga benar bahwa banyak bisnis jatuh karena tidak didukung keuangan yang memadai. Sekarang uang bukan satu-satunya benteng untuk menghadapi kegagalan bisnis. Kegagalan bisnis yang berkaitan dengan tidak adanya dukungan finansial yang memadai sering menjadi indikator adanya problem lain dalam usaha tersebut seperti: ketidakmampuan manajemen, lemahnya pemahaman terhadap persoalan keuangan; investasi yang buruk; perencanaan yang jelek dan sejenisnya. Banyak entrepreneur sukses berhasil mengatasi persoalan kekurangan uang dalam menjalankan usahanya, uang adalah sumber daya atau sarana yang digunakan untuk menjalankan usaha tapi tidak pernah menjadi tujuan akhir dari usaha itu sendiri.
Mitos 7: Anda perlu nasib baik untuk menjadi entrepreneur
Berada pada “tempat yang benar dan waktu yang tepat” selalu menjadi suatu keunggulan. Tapi yang lebih tepat adalah “keberuntungan muncul ketika kemampuan dan persiapan bertemu dengan kesempatan”. Entrepreneur adalah orang melakukan serangkaian persiapan agar berhasil menggapai kesempatan. Ketika kesempatan itu muncul dan dapat diraih sering dianggap sebagai suatu keberuntungan. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang selalu melakukan persiapan untuk menghadapi berbagai situasi dan mengubahnya menjadi sukses. Apa yang nampak sebagai suatu keberuntungan sebenarnya adalah buah dari melakukan perencanaan, menetapkan tujuan dan keinginan, mengakumulasi pengetahuan, dan melakukan inovasi. Intinya seorang entrepreneur adalah yang terus menerus waspada dan belajar untuk merespon lingkungan agar sesuai dnegan keinginannya sendiri vis a vis keinginan masyarakat.
Mitos 8: Entrepreneur mengabaikan kesenangan
Mitos mengatakan perencanaan dan evaluasi yang njelimet cenderung menimbulkan masalah yang permanen, analisis yang berlebihan menyebabkan paralysis, tapi dalam pasar yang kompetitif seperti sekarang ini dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang cermat. Mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan suatu usaha, menetapkan dengan jelas suatu jadwal atau skedul untuk menghadapi perubahan membantu menangani masalah, dan meminimalisasikan masalah dapat dilakukan melalui perumusan strategi yang hati-hati – itu semua merupakan faktor kunci keberhasilan entrepreneurship. Dengan demikian perencanaan yang cermat – bukan mengabaikan perencanaan – adalah ciri dari entrepreneur yang sempurna.
Mitos 9: Entrepreneur mencari sukses tapi pengalaman menunjukkan tingginya tingkat kegagalan.
Adalah benar bahwa banylak entrepreneur menghadapi sejumlah kegagalan sebelum mereka berhasil. Mereka mengikuti kata bijak “Jika pertama anda belum berhasil, coba, coba lagi”. Sebenarnya kegagalan dapat memberikan banyak pelajaran, siapa yang mau belajar dari kegagalan sering mendapatkan sukses. Ini nampak jelas terlihat dalam prinsip koridor, yang menyatakan bahwa setiap langkah memiliki risiko, tapi sekaligus memunculkan peluang yang tidak diduga sebelumnya. Perusahaan 3M menemukan “Pos-it” kertas kecil yang dilapisi lem dengan tidak sengaja karena memanfaatkan lem yang tidak memenuhi kualifikasi produk. Dari pada dibuang sayang lebih baik dibuat post-it, akhirnya produk ini menghasilkan jutaan dolar dan dikenal di seluruh dunia. Sekarang catatan statistik tentang kegagalan entrepreneur itu menyesatkan. Suatu riset yang dilakukan oleh Bruce A. Kirchoff, melaporkan bahwa dari pelacakan 814.000 usaha yang mulai start pada 1977 menemukan bahwa 50% tetap hidup dan dikelola oleh pemilik awal atau pemilik baru. 28% ditutup secara suka rela, dan hanya 18% yang benar-benar gagal.
Mitos 10: Entrepreneur adalah risk taker yang ekstrim
Dalam masyarakat berkembang pandangan bahwa entrepreneur adalah orang yang suka berjudi dengan kemungkinan yang belum jelas, faktanya entrepreneur umumnya selalu memperhitungkan risiko. Semua entrepreneur yang berhasil adalah adalah mereka yang bekerja keras melalui persiapan dan perencanaan ketat untuk meminimalisasikan risiko untuk dapat mengendalikan lebih baik agar visinya tercapai.
Lima alasan orang yang tidak ingin menjadi kewirausaahaan diantaranya,tidak mempunyai pengalaman,tidak mempunyai modal,tidak mempunyai keberanian dalam memutuskan,tidak ada ornag yang menuntun,dan takut keluar dari zona nyaman.
Tingka Kemampuan Wirausaha
1. Kemampuan – Ability and Knowledge
Tanpa kemampuan dan impian anda hanya sekedar bermimpi yaitu NAPO (No Action Plan Only) atau NADO (No Action Dream Only), mungkin juga NATO (No Action Talk Only) dan seringnya adalah NARO (No Action Read Only).
2. Keterampilan (Keahlian) -Skill
Kemampuan tanpa keterampilan adalah
sesuatu yang tidak pernah terjadi kesempurnaan. Kedua-duanya tidak dapat
dipisahkan. Keterampilan akan membuat kemampuan menjadi sempurna.
3. Kreativitas – Creativity
Keterampilan akan mempertajam kemampuan anda, tetapi terkadang pesaing (Competitor),
keadaan, kondisi, dan situasi itu tidak bisa diprediksi karena yang
tidak pernah berubah itu hanya perubahan itu sendiri sehingga sudah
pasti kesulitan, tantangan, hambatan, dan keterbatasan pasti akan
dihadapi. Untuk itu, dibutuhkan kreativitas untuk mengatasinya. Tanpa
kreativitas, kesuksesan akan sulit dicapai dan jalan bisnis anda akan
semakin terjal.
4. Keteguhan hati (keyakinan diri)
Karena kita yakin bahwa kita bisa, maka
dibutuhkan tingkat kepercayaan diri yang tinggi agar kita selalu yakin
bahwa kita bisa melewatinya. Semakin kita yakin maka keteguhan hati akan
semakin kuat dan terus diperkuat sekalipun jalan menuju sukses itu
bukan hal yang mudah. Keteguhan hati akan membuat jalan lebih lapang dan
terasa mudah untuk dilalui.
5. Keberuntungan
Kata siapa keberuntungan itu milik orang
tertentu….?! Salah…..!! keberuntungan harus didekati sehingga waktu yang
tepat akan membuat andalah yang mendapatkan momentum kesuksesan.
Keberuntungan itu bisa anda dapatkan dengan usaha keras dan cerdas.
Tidak ada ”Ora et” tanpa ”Labora” bukan…? Sudah pasti ”Ora et Labora”.
Keberuntungan itu butuh waktu (T.I.M.E) yang pas dan tepat. Utnuk itu
rangkaian kata T.I.M.E untuk memperoleh kedekatan kita pada sebuah
keberuntungan. Kata T.I.M.E artinya:Timing, yaitu waktu yang tepat untuk mendapatkan keberuntungan anda. Jadi selalulah mengamati kapan waktu yang tepat sebuah kejadian yang akan membuat bisnis anda tumbuh, sebab kejadian yang tepat (momentum) akan memberi hasil yang menguntungkan.
Intuition, intuisi anda perlu dilatih agar anda hafal kapan kejadian menguntungkan datang menghampiri anda.
Momentum, sebuah kejadian yang penting untuk kelangsungan bisnis dan usaha anda haruslah terus diamati. Banyak momentum yang terlewati oelh pengusaha karena tidak cukup memiliki intuisi dan waktunya telah lewat
Effort, Usaha terus dan terus berusaha agar disaat kejadian yang tepat, waktu yang tepat dan dengan intuisi yang dilatih terus menerus maka niscaya keberuntungan itu bisa anda dapaktan untuk mengembangkan usaha anda hingga tumbuh, berkembang dan menjadi semakin besar.
Lalu kemampuan apa yang ada dalam kewirausahaan itu? Ada beberapa kemampuan, yaitu:
- Kemampuan mengatasi masalah mental diri anda (Emotional Attachment) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient).
- Kemampuan menarik sisi positif dan hikmahnya.
- Kemampuan mencari modal dan rekan (Partner)
- Kemampuan merumuskan visi dan misi serta tujuan usaha
- Kemampuan memotivasi diri
- Kemampuan berinovasi
- Kemampuan untuk mengatur waktu kerja
1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar